MENIMBANG SEBUAH KEJUJURAN

Kejujuran, jika telah hilang, peradaban dunia tidak akan lagi bersahabat dengan manusia. Kepalsuan akan menghiasi berbagai gerak yang ada. Janji-janji palsu terus bergulir mengiringi langkah hidup.

Ketidakpastian, harapan kosong, dan kecemasan terus beranjak pada titian yang tak pernah berujung. Kehidupan pun akan segera mati karena memang itulah harga matinya. Semua orang bisa terpikat oleh janji.
Segenap kalangan bisa terheran-heran dengan ungkapan manis, Siapapun, dapat mengangguk-anggukan kepala, Janji, ungkapan manis, dan apa saja yang dibungkus untuk menarik simpatik akan mewaris kan ketidak percayaan jika semua itu jauh dari kejujuran.
Kejujuran adalah sumber segala kebaikan, sebaliknya dusta adalah sumber segala malapetaka. Rosululloh ﷺ bersabda : “Hendaklah kamu selalu berbuat jujur. Sebab kejujuran membimbing ke arah kebajikan dan kebajikan membimbing kearah surga.

Tiada henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh. sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga dia ditulis di sisi Alloh Subhanahu Wa Ta’ala sebagai orang jujur. Hindarilah perbuatan dusta sebab dusta membimbing ke arah kejelekan dan kejelekan membimbing ke arah neraka. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat dusta dan bersungguh sungguh dalam melakukan dusta sehingga dia ditulis di sisi Alloh sebagai pendusta.”(HR.Al-Bukhori dan Muslim)
Jika dikaitkan dengan surga, kejujuran adalah salah satu syarat masuk surga. Rosululloh ﷺ bersabda, “Pegang teguhlah enam perkara niscaya aku memberi jaminan surga. Berbicaralah dengan jujur bila kamu berbicara. Tepatilah janji bila kamu berjanji. Sampaikanlah amanat bila kamu diamanati. Jagalah farjimu
dari perbuatan zina. Palingkanlah pandanganmu dari perbuatan maksiat,
dan tahanlah tanganmu dari memintaminta,” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban
dari’Ubadah bin Shamit)
Dalam perspektif syariat, jujur yang dalam bahasa Arab disebut ash-shidq diklasifikasikan menjadi lima jenis :

Pertama, Shidqul Qalbi (Jujur dalam hati)
Hati adalah poros anggota badan dan barometer keimanan. Jika hati tak lagi jujur, sikap dan perilaku akan jauh dari kejujuran. Hati yang bersih akan mewariskan perilaku yang
bersih. Hati yang selalu berdzikir akan melahirkan amal shalih dalam segenap gerak. Dari sinilah kita memulai. Menjaga hati dari berbagai malapetaka yang akan menghancurkannya.

Rosululloh ﷺ bersabda, “Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu.”(HR.Al-Bukhori).
Menjaga hati dimulai dengan menanamkan keikhlasan dalam berbagai aktivitas. Menajamkan ketawakalan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala ,mengokohkan kekhusyuan, mendawamkan dzikir semua itulah yang akan menenangkan hati dan kejujurannya akan selalu terjaga dengan apik. Tentang yang disebutkan terakhir itu, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Alloh Subhanahu Wa Ta’ala . Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tenang,”(Ar-Rad:28)
Lebih lanjut, hati yang salim akan mengantarkan pemiliknya selamat di akhirat kelak, “Pada hari di mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat. Kecuali orang yang datang kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dengan hati yang selamat,” (Asy Syu’araa: 88-89)
Kedua, Shidqul Hadits (Jujur saat berucap)
Berkata yang benar itulah barometer iman, pangkal kesuksesan, ketentraman, membawa kesejahteraan itulah kejujuran. Orang jujur, bukan hanya diharapkan dan dicintai setiap manusia, pemilik bumi dan langit, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan segenap malaikat-Nya akan melindungi manusia-manusia jujur.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orangorang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Alloh memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa. dosamu,” (Al-Ahzab:70-71)

Itulah nasib orang yang selalu berdusta. Dusta hanyalah akan menyisakan penderitaan yang tak akan pernah berakhir. Dusta hanyalah akan melahirkan kegagalan kemunduran, ditinggalkan orang, bahkan harga buruk Rosululloh ﷺ mewanti-wanti, siapa yang berucap memakai dusta, ia memiliki karakteristik munafik, “Tanda-tanda munafik itu ada tiga: bila berucap dusta, kala berjanji ingkar, saat dipercayakhianat,”(Muttafaqun’Alaihi) Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya bak langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur,
perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subahanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2 3)
Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya baik langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur, perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2-3)
Keempat, Shidaul Wa’d (Jujur dalam janji)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tepatilah perjanjian dengan Alloh apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Alloh sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahitu). Sesungguhnya Alloh mengetahui apa yang kamu perbuat,” (An-Nahl: 91)

Jangan mudah berjanji. Janji apapun bentuknya akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Orang mukmin tentunya akan menyadari hal ini sepenuh jiwa, “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali d engan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya,” (Al-Isra’: 34)
Amati dan berhati-hatilah! Janji kerap membuat kita kehilangan kendali. Janji sering menenggelamkan kita pada jalan hidup yang keras. Bisa jadi, janji yang kita utarakan dapat menipu kita sendiri. Jika harus berjanji, lakukanlah dengan ikhlas dan mintalah pertolongan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala agar bisa melaksanakannya dengan tepat dan baik. Sungguh, ketika kita berjanji kepada seseorang, maka hakikatnya kita berjanji kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Kelima, Shidqul Haal (Jujur dalam kenyataan)
Orang mukmin tak akan pernah menampilkan diri di luar dirinya. Ia tidak akan memakai jiwa orang lain dalam jiwanya. Baju kepalsuan tak akan betah tinggal dalam dirinya dengan mendompleng. Begitu juga ia tidak cari nama nama yang besar. Bersembunyi di balik ketiak orang lain adalah popularitas semu tak bermakna. Rosululloh ﷺ mengingatkan kita, “Orang yang merasa apa yang tidak diterimanya sama seperti orang memakai dua pakaian palsu,”(HR.Muslim).
Saatnya kita mengubah diri, beringsut dari kelalaian, bangun dari tidur panjang dengan hiasan mimpi indah yang ‘meninabobokan. Jangan sampai kejujuran ibarat mutiara yang hilang. Kemanapun kaki melangkah, kejujuran harus menyertainya. Dengan siapapun lisan berucap, dalam geraknya tersimpan kejujuran.
Rosululloh ﷺ berwasiat, “Ada empat perkara yang harus kamu pegang teguh hingga meninggalkan dunia ini: memelihara amanah, berbicara yang benar, berbudi pekerti yang luhur, dan mencari pekerjaan yang halal.” (HR. Ahmad danThabrany)

Kejujuran, jika telah hilang, peradaban dunia tidak akan lagi bersahabat dengan manusia. Kepalsuan akan menghiasi berbagai gerak yang ada. Janji-janji palsu terus bergulir mengiringi langkah hidup.

Ketidakpastian, harapan kosong, dan kecemasan terus beranjak pada titian yang tak pernah berujung. Kehidupan pun akan segera mati karena memang itulah harga matinya. Semua orang bisa terpikat oleh janji.
Segenap kalangan bisa terheran-heran dengan ungkapan manis, Siapapun, dapat mengangguk-anggukan kepala, Janji, ungkapan manis, dan apa saja yang dibungkus untuk menarik simpatik akan mewaris kan ketidak percayaan jika semua itu jauh dari kejujuran.
Kejujuran adalah sumber segala kebaikan, sebaliknya dusta adalah sumber segala malapetaka. Rosululloh ﷺ bersabda : “Hendaklah kamu selalu berbuat jujur. Sebab kejujuran membimbing ke arah kebajikan dan kebajikan membimbing kearah surga.

Tiada henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh. sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga dia ditulis di sisi Alloh Subhanahu Wa Ta’ala sebagai orang jujur. Hindarilah perbuatan dusta sebab dusta membimbing ke arah kejelekan dan kejelekan membimbing ke arah neraka. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat dusta dan bersungguh sungguh dalam melakukan dusta sehingga dia ditulis di sisi Alloh sebagai pendusta.”(HR.Al-Bukhori dan Muslim)
Jika dikaitkan dengan surga, kejujuran adalah salah satu syarat masuk surga. Rosululloh ﷺ bersabda, “Pegang teguhlah enam perkara niscaya aku memberi jaminan surga. Berbicaralah dengan jujur bila kamu berbicara. Tepatilah janji bila kamu berjanji. Sampaikanlah amanat bila kamu diamanati. Jagalah farjimu
dari perbuatan zina. Palingkanlah pandanganmu dari perbuatan maksiat,
dan tahanlah tanganmu dari memintaminta,” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban
dari’Ubadah bin Shamit)
Dalam perspektif syariat, jujur yang dalam bahasa Arab disebut ash-shidq diklasifikasikan menjadi lima jenis :

Pertama, Shidqul Qalbi (Jujur dalam hati)
Hati adalah poros anggota badan dan barometer keimanan. Jika hati tak lagi jujur, sikap dan perilaku akan jauh dari kejujuran. Hati yang bersih akan mewariskan perilaku yang
bersih. Hati yang selalu berdzikir akan melahirkan amal shalih dalam segenap gerak. Dari sinilah kita memulai. Menjaga hati dari berbagai malapetaka yang akan menghancurkannya.

Rosululloh ﷺ bersabda, “Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu.”(HR.Al-Bukhori).
Menjaga hati dimulai dengan menanamkan keikhlasan dalam berbagai aktivitas. Menajamkan ketawakalan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala ,mengokohkan kekhusyuan, mendawamkan dzikir semua itulah yang akan menenangkan hati dan kejujurannya akan selalu terjaga dengan apik. Tentang yang disebutkan terakhir itu, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Alloh Subhanahu Wa Ta’ala . Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tenang,”(Ar-Rad:28)
Lebih lanjut, hati yang salim akan mengantarkan pemiliknya selamat di akhirat kelak, “Pada hari di mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat. Kecuali orang yang datang kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dengan hati yang selamat,” (Asy Syu’araa: 88-89)
Kedua, Shidqul Hadits (Jujur saat berucap)
Berkata yang benar itulah barometer iman, pangkal kesuksesan, ketentraman, membawa kesejahteraan itulah kejujuran. Orang jujur, bukan hanya diharapkan dan dicintai setiap manusia, pemilik bumi dan langit, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan segenap malaikat-Nya akan melindungi manusia-manusia jujur.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orangorang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Alloh memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa. dosamu,” (Al-Ahzab:70-71)

Itulah nasib orang yang selalu berdusta. Dusta hanyalah akan menyisakan penderitaan yang tak akan pernah berakhir. Dusta hanyalah akan melahirkan kegagalan kemunduran, ditinggalkan orang, bahkan harga buruk Rosululloh ﷺ mewanti-wanti, siapa yang berucap memakai dusta, ia memiliki karakteristik munafik, “Tanda-tanda munafik itu ada tiga: bila berucap dusta, kala berjanji ingkar, saat dipercayakhianat,”(Muttafaqun’Alaihi) Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya bak langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur,
perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subahanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2 3)
Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya baik langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur, perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2-3)
Keempat, Shidaul Wa’d (Jujur dalam janji)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tepatilah perjanjian dengan Alloh apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Alloh sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahitu). Sesungguhnya Alloh mengetahui apa yang kamu perbuat,” (An-Nahl: 91)

Jangan mudah berjanji. Janji apapun bentuknya akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Orang mukmin tentunya akan menyadari hal ini sepenuh jiwa, “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali d engan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya,” (Al-Isra’: 34)
Amati dan berhati-hatilah! Janji kerap membuat kita kehilangan kendali. Janji sering menenggelamkan kita pada jalan hidup yang keras. Bisa jadi, janji yang kita utarakan dapat menipu kita sendiri. Jika harus berjanji, lakukanlah dengan ikhlas dan mintalah pertolongan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala agar bisa melaksanakannya dengan tepat dan baik. Sungguh, ketika kita berjanji kepada seseorang, maka hakikatnya kita berjanji kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Kelima, Shidqul Haal (Jujur dalam kenyataan)
Orang mukmin tak akan pernah menampilkan diri di luar dirinya. Ia tidak akan memakai jiwa orang lain dalam jiwanya. Baju kepalsuan tak akan betah tinggal dalam dirinya dengan mendompleng. Begitu juga ia tidak cari nama nama yang besar. Bersembunyi di balik ketiak orang lain adalah popularitas semu tak bermakna. Rosululloh ﷺ mengingatkan kita, “Orang yang merasa apa yang tidak diterimanya sama seperti orang memakai dua pakaian palsu,”(HR.Muslim).
Saatnya kita mengubah diri, beringsut dari kelalaian, bangun dari tidur panjang dengan hiasan mimpi indah yang ‘meninabobokan. Jangan sampai kejujuran ibarat mutiara yang hilang. Kemanapun kaki melangkah, kejujuran harus menyertainya. Dengan siapapun lisan berucap, dalam geraknya tersimpan kejujuran.
Rosululloh ﷺ berwasiat, “Ada empat perkara yang harus kamu pegang teguh hingga meninggalkan dunia ini: memelihara amanah, berbicara yang benar, berbudi pekerti yang luhur, dan mencari pekerjaan yang halal.” (HR. Ahmad danThabrany)

Kejujuran, jika telah hilang, peradaban dunia tidak akan lagi bersahabat dengan manusia. Kepalsuan akan menghiasi berbagai gerak yang ada. Janji-janji palsu terus bergulir mengiringi langkah hidup.

Ketidakpastian, harapan kosong, dan kecemasan terus beranjak pada titian yang tak pernah berujung. Kehidupan pun akan segera mati karena memang itulah harga matinya. Semua orang bisa terpikat oleh janji.
Segenap kalangan bisa terheran-heran dengan ungkapan manis, Siapapun, dapat mengangguk-anggukan kepala, Janji, ungkapan manis, dan apa saja yang dibungkus untuk menarik simpatik akan mewaris kan ketidak percayaan jika semua itu jauh dari kejujuran.
Kejujuran adalah sumber segala kebaikan, sebaliknya dusta adalah sumber segala malapetaka. Rosululloh ﷺ bersabda : “Hendaklah kamu selalu berbuat jujur. Sebab kejujuran membimbing ke arah kebajikan dan kebajikan membimbing kearah surga.

Tiada henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh. sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga dia ditulis di sisi Alloh Subhanahu Wa Ta’ala sebagai orang jujur. Hindarilah perbuatan dusta sebab dusta membimbing ke arah kejelekan dan kejelekan membimbing ke arah neraka. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat dusta dan bersungguh sungguh dalam melakukan dusta sehingga dia ditulis di sisi Alloh sebagai pendusta.”(HR.Al-Bukhori dan Muslim)
Jika dikaitkan dengan surga, kejujuran adalah salah satu syarat masuk surga. Rosululloh ﷺ bersabda, “Pegang teguhlah enam perkara niscaya aku memberi jaminan surga. Berbicaralah dengan jujur bila kamu berbicara. Tepatilah janji bila kamu berjanji. Sampaikanlah amanat bila kamu diamanati. Jagalah farjimu
dari perbuatan zina. Palingkanlah pandanganmu dari perbuatan maksiat,
dan tahanlah tanganmu dari memintaminta,” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban
dari’Ubadah bin Shamit)
Dalam perspektif syariat, jujur yang dalam bahasa Arab disebut ash-shidq diklasifikasikan menjadi lima jenis :

Pertama, Shidqul Qalbi (Jujur dalam hati)
Hati adalah poros anggota badan dan barometer keimanan. Jika hati tak lagi jujur, sikap dan perilaku akan jauh dari kejujuran. Hati yang bersih akan mewariskan perilaku yang
bersih. Hati yang selalu berdzikir akan melahirkan amal shalih dalam segenap gerak. Dari sinilah kita memulai. Menjaga hati dari berbagai malapetaka yang akan menghancurkannya.

Rosululloh ﷺ bersabda, “Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu.”(HR.Al-Bukhori).
Menjaga hati dimulai dengan menanamkan keikhlasan dalam berbagai aktivitas. Menajamkan ketawakalan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala ,mengokohkan kekhusyuan, mendawamkan dzikir semua itulah yang akan menenangkan hati dan kejujurannya akan selalu terjaga dengan apik. Tentang yang disebutkan terakhir itu, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Alloh Subhanahu Wa Ta’ala . Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tenang,”(Ar-Rad:28)
Lebih lanjut, hati yang salim akan mengantarkan pemiliknya selamat di akhirat kelak, “Pada hari di mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat. Kecuali orang yang datang kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dengan hati yang selamat,” (Asy Syu’araa: 88-89)
Kedua, Shidqul Hadits (Jujur saat berucap)
Berkata yang benar itulah barometer iman, pangkal kesuksesan, ketentraman, membawa kesejahteraan itulah kejujuran. Orang jujur, bukan hanya diharapkan dan dicintai setiap manusia, pemilik bumi dan langit, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan segenap malaikat-Nya akan melindungi manusia-manusia jujur.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orangorang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Alloh memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa. dosamu,” (Al-Ahzab:70-71)

Itulah nasib orang yang selalu berdusta. Dusta hanyalah akan menyisakan penderitaan yang tak akan pernah berakhir. Dusta hanyalah akan melahirkan kegagalan kemunduran, ditinggalkan orang, bahkan harga buruk Rosululloh ﷺ mewanti-wanti, siapa yang berucap memakai dusta, ia memiliki karakteristik munafik, “Tanda-tanda munafik itu ada tiga: bila berucap dusta, kala berjanji ingkar, saat dipercayakhianat,”(Muttafaqun’Alaihi) Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya bak langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur,
perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subahanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2 3)
Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya baik langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur, perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2-3)
Keempat, Shidaul Wa’d (Jujur dalam janji)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tepatilah perjanjian dengan Alloh apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Alloh sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahitu). Sesungguhnya Alloh mengetahui apa yang kamu perbuat,” (An-Nahl: 91)

Jangan mudah berjanji. Janji apapun bentuknya akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Orang mukmin tentunya akan menyadari hal ini sepenuh jiwa, “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali d engan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya,” (Al-Isra’: 34)
Amati dan berhati-hatilah! Janji kerap membuat kita kehilangan kendali. Janji sering menenggelamkan kita pada jalan hidup yang keras. Bisa jadi, janji yang kita utarakan dapat menipu kita sendiri. Jika harus berjanji, lakukanlah dengan ikhlas dan mintalah pertolongan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala agar bisa melaksanakannya dengan tepat dan baik. Sungguh, ketika kita berjanji kepada seseorang, maka hakikatnya kita berjanji kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Kelima, Shidqul Haal (Jujur dalam kenyataan)
Orang mukmin tak akan pernah menampilkan diri di luar dirinya. Ia tidak akan memakai jiwa orang lain dalam jiwanya. Baju kepalsuan tak akan betah tinggal dalam dirinya dengan mendompleng. Begitu juga ia tidak cari nama nama yang besar. Bersembunyi di balik ketiak orang lain adalah popularitas semu tak bermakna. Rosululloh ﷺ mengingatkan kita, “Orang yang merasa apa yang tidak diterimanya sama seperti orang memakai dua pakaian palsu,”(HR.Muslim).
Saatnya kita mengubah diri, beringsut dari kelalaian, bangun dari tidur panjang dengan hiasan mimpi indah yang ‘meninabobokan. Jangan sampai kejujuran ibarat mutiara yang hilang. Kemanapun kaki melangkah, kejujuran harus menyertainya. Dengan siapapun lisan berucap, dalam geraknya tersimpan kejujuran.
Rosululloh ﷺ berwasiat, “Ada empat perkara yang harus kamu pegang teguh hingga meninggalkan dunia ini: memelihara amanah, berbicara yang benar, berbudi pekerti yang luhur, dan mencari pekerjaan yang halal.” (HR. Ahmad danThabrany)

Kejujuran, jika telah hilang, peradaban dunia tidak akan lagi bersahabat dengan manusia. Kepalsuan akan menghiasi berbagai gerak yang ada. Janji-janji palsu terus bergulir mengiringi langkah hidup.

Ketidakpastian, harapan kosong, dan kecemasan terus beranjak pada titian yang tak pernah berujung. Kehidupan pun akan segera mati karena memang itulah harga matinya. Semua orang bisa terpikat oleh janji.
Segenap kalangan bisa terheran-heran dengan ungkapan manis, Siapapun, dapat mengangguk-anggukan kepala, Janji, ungkapan manis, dan apa saja yang dibungkus untuk menarik simpatik akan mewaris kan ketidak percayaan jika semua itu jauh dari kejujuran.
Kejujuran adalah sumber segala kebaikan, sebaliknya dusta adalah sumber segala malapetaka. Rosululloh ﷺ bersabda : “Hendaklah kamu selalu berbuat jujur. Sebab kejujuran membimbing ke arah kebajikan dan kebajikan membimbing kearah surga.

Tiada henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh. sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga dia ditulis di sisi Alloh Subhanahu Wa Ta’ala sebagai orang jujur. Hindarilah perbuatan dusta sebab dusta membimbing ke arah kejelekan dan kejelekan membimbing ke arah neraka. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat dusta dan bersungguh sungguh dalam melakukan dusta sehingga dia ditulis di sisi Alloh sebagai pendusta.”(HR.Al-Bukhori dan Muslim)
Jika dikaitkan dengan surga, kejujuran adalah salah satu syarat masuk surga. Rosululloh ﷺ bersabda, “Pegang teguhlah enam perkara niscaya aku memberi jaminan surga. Berbicaralah dengan jujur bila kamu berbicara. Tepatilah janji bila kamu berjanji. Sampaikanlah amanat bila kamu diamanati. Jagalah farjimu
dari perbuatan zina. Palingkanlah pandanganmu dari perbuatan maksiat,
dan tahanlah tanganmu dari memintaminta,” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban
dari’Ubadah bin Shamit)
Dalam perspektif syariat, jujur yang dalam bahasa Arab disebut ash-shidq diklasifikasikan menjadi lima jenis :

Pertama, Shidqul Qalbi (Jujur dalam hati)
Hati adalah poros anggota badan dan barometer keimanan. Jika hati tak lagi jujur, sikap dan perilaku akan jauh dari kejujuran. Hati yang bersih akan mewariskan perilaku yang
bersih. Hati yang selalu berdzikir akan melahirkan amal shalih dalam segenap gerak. Dari sinilah kita memulai. Menjaga hati dari berbagai malapetaka yang akan menghancurkannya.

Rosululloh ﷺ bersabda, “Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu.”(HR.Al-Bukhori).
Menjaga hati dimulai dengan menanamkan keikhlasan dalam berbagai aktivitas. Menajamkan ketawakalan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala ,mengokohkan kekhusyuan, mendawamkan dzikir semua itulah yang akan menenangkan hati dan kejujurannya akan selalu terjaga dengan apik. Tentang yang disebutkan terakhir itu, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Alloh Subhanahu Wa Ta’ala . Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tenang,”(Ar-Rad:28)
Lebih lanjut, hati yang salim akan mengantarkan pemiliknya selamat di akhirat kelak, “Pada hari di mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat. Kecuali orang yang datang kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dengan hati yang selamat,” (Asy Syu’araa: 88-89)
Kedua, Shidqul Hadits (Jujur saat berucap)
Berkata yang benar itulah barometer iman, pangkal kesuksesan, ketentraman, membawa kesejahteraan itulah kejujuran. Orang jujur, bukan hanya diharapkan dan dicintai setiap manusia, pemilik bumi dan langit, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan segenap malaikat-Nya akan melindungi manusia-manusia jujur.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orangorang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Alloh memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa. dosamu,” (Al-Ahzab:70-71)

Itulah nasib orang yang selalu berdusta. Dusta hanyalah akan menyisakan penderitaan yang tak akan pernah berakhir. Dusta hanyalah akan melahirkan kegagalan kemunduran, ditinggalkan orang, bahkan harga buruk Rosululloh ﷺ mewanti-wanti, siapa yang berucap memakai dusta, ia memiliki karakteristik munafik, “Tanda-tanda munafik itu ada tiga: bila berucap dusta, kala berjanji ingkar, saat dipercayakhianat,”(Muttafaqun’Alaihi) Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya bak langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur,
perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subahanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2 3)
Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya baik langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur, perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2-3)
Keempat, Shidaul Wa’d (Jujur dalam janji)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tepatilah perjanjian dengan Alloh apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Alloh sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahitu). Sesungguhnya Alloh mengetahui apa yang kamu perbuat,” (An-Nahl: 91)

Jangan mudah berjanji. Janji apapun bentuknya akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Orang mukmin tentunya akan menyadari hal ini sepenuh jiwa, “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali d engan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya,” (Al-Isra’: 34)
Amati dan berhati-hatilah! Janji kerap membuat kita kehilangan kendali. Janji sering menenggelamkan kita pada jalan hidup yang keras. Bisa jadi, janji yang kita utarakan dapat menipu kita sendiri. Jika harus berjanji, lakukanlah dengan ikhlas dan mintalah pertolongan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala agar bisa melaksanakannya dengan tepat dan baik. Sungguh, ketika kita berjanji kepada seseorang, maka hakikatnya kita berjanji kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Kelima, Shidqul Haal (Jujur dalam kenyataan)
Orang mukmin tak akan pernah menampilkan diri di luar dirinya. Ia tidak akan memakai jiwa orang lain dalam jiwanya. Baju kepalsuan tak akan betah tinggal dalam dirinya dengan mendompleng. Begitu juga ia tidak cari nama nama yang besar. Bersembunyi di balik ketiak orang lain adalah popularitas semu tak bermakna. Rosululloh ﷺ mengingatkan kita, “Orang yang merasa apa yang tidak diterimanya sama seperti orang memakai dua pakaian palsu,”(HR.Muslim).
Saatnya kita mengubah diri, beringsut dari kelalaian, bangun dari tidur panjang dengan hiasan mimpi indah yang ‘meninabobokan. Jangan sampai kejujuran ibarat mutiara yang hilang. Kemanapun kaki melangkah, kejujuran harus menyertainya. Dengan siapapun lisan berucap, dalam geraknya tersimpan kejujuran.
Rosululloh ﷺ berwasiat, “Ada empat perkara yang harus kamu pegang teguh hingga meninggalkan dunia ini: memelihara amanah, berbicara yang benar, berbudi pekerti yang luhur, dan mencari pekerjaan yang halal.” (HR. Ahmad danThabrany)

Kejujuran, jika telah hilang, peradaban dunia tidak akan lagi bersahabat dengan manusia. Kepalsuan akan menghiasi berbagai gerak yang ada. Janji-janji palsu terus bergulir mengiringi langkah hidup.

Ketidakpastian, harapan kosong, dan kecemasan terus beranjak pada titian yang tak pernah berujung. Kehidupan pun akan segera mati karena memang itulah harga matinya. Semua orang bisa terpikat oleh janji.
Segenap kalangan bisa terheran-heran dengan ungkapan manis, Siapapun, dapat mengangguk-anggukan kepala, Janji, ungkapan manis, dan apa saja yang dibungkus untuk menarik simpatik akan mewaris kan ketidak percayaan jika semua itu jauh dari kejujuran.
Kejujuran adalah sumber segala kebaikan, sebaliknya dusta adalah sumber segala malapetaka. Rosululloh ﷺ bersabda : “Hendaklah kamu selalu berbuat jujur. Sebab kejujuran membimbing ke arah kebajikan dan kebajikan membimbing kearah surga.

Tiada henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh. sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga dia ditulis di sisi Alloh Subhanahu Wa Ta’ala sebagai orang jujur. Hindarilah perbuatan dusta sebab dusta membimbing ke arah kejelekan dan kejelekan membimbing ke arah neraka. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat dusta dan bersungguh sungguh dalam melakukan dusta sehingga dia ditulis di sisi Alloh sebagai pendusta.”(HR.Al-Bukhori dan Muslim)
Jika dikaitkan dengan surga, kejujuran adalah salah satu syarat masuk surga. Rosululloh ﷺ bersabda, “Pegang teguhlah enam perkara niscaya aku memberi jaminan surga. Berbicaralah dengan jujur bila kamu berbicara. Tepatilah janji bila kamu berjanji. Sampaikanlah amanat bila kamu diamanati. Jagalah farjimu
dari perbuatan zina. Palingkanlah pandanganmu dari perbuatan maksiat,
dan tahanlah tanganmu dari memintaminta,” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban
dari’Ubadah bin Shamit)
Dalam perspektif syariat, jujur yang dalam bahasa Arab disebut ash-shidq diklasifikasikan menjadi lima jenis :

Pertama, Shidqul Qalbi (Jujur dalam hati)
Hati adalah poros anggota badan dan barometer keimanan. Jika hati tak lagi jujur, sikap dan perilaku akan jauh dari kejujuran. Hati yang bersih akan mewariskan perilaku yang
bersih. Hati yang selalu berdzikir akan melahirkan amal shalih dalam segenap gerak. Dari sinilah kita memulai. Menjaga hati dari berbagai malapetaka yang akan menghancurkannya.

Rosululloh ﷺ bersabda, “Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu.”(HR.Al-Bukhori).
Menjaga hati dimulai dengan menanamkan keikhlasan dalam berbagai aktivitas. Menajamkan ketawakalan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala ,mengokohkan kekhusyuan, mendawamkan dzikir semua itulah yang akan menenangkan hati dan kejujurannya akan selalu terjaga dengan apik. Tentang yang disebutkan terakhir itu, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Alloh Subhanahu Wa Ta’ala . Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tenang,”(Ar-Rad:28)
Lebih lanjut, hati yang salim akan mengantarkan pemiliknya selamat di akhirat kelak, “Pada hari di mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat. Kecuali orang yang datang kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dengan hati yang selamat,” (Asy Syu’araa: 88-89)
Kedua, Shidqul Hadits (Jujur saat berucap)
Berkata yang benar itulah barometer iman, pangkal kesuksesan, ketentraman, membawa kesejahteraan itulah kejujuran. Orang jujur, bukan hanya diharapkan dan dicintai setiap manusia, pemilik bumi dan langit, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan segenap malaikat-Nya akan melindungi manusia-manusia jujur.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orangorang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Alloh memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa. dosamu,” (Al-Ahzab:70-71)

Itulah nasib orang yang selalu berdusta. Dusta hanyalah akan menyisakan penderitaan yang tak akan pernah berakhir. Dusta hanyalah akan melahirkan kegagalan kemunduran, ditinggalkan orang, bahkan harga buruk Rosululloh ﷺ mewanti-wanti, siapa yang berucap memakai dusta, ia memiliki karakteristik munafik, “Tanda-tanda munafik itu ada tiga: bila berucap dusta, kala berjanji ingkar, saat dipercayakhianat,”(Muttafaqun’Alaihi) Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya bak langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur,
perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subahanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2 3)
Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya baik langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur, perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2-3)
Keempat, Shidaul Wa’d (Jujur dalam janji)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tepatilah perjanjian dengan Alloh apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Alloh sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahitu). Sesungguhnya Alloh mengetahui apa yang kamu perbuat,” (An-Nahl: 91)

Jangan mudah berjanji. Janji apapun bentuknya akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Orang mukmin tentunya akan menyadari hal ini sepenuh jiwa, “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali d engan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya,” (Al-Isra’: 34)
Amati dan berhati-hatilah! Janji kerap membuat kita kehilangan kendali. Janji sering menenggelamkan kita pada jalan hidup yang keras. Bisa jadi, janji yang kita utarakan dapat menipu kita sendiri. Jika harus berjanji, lakukanlah dengan ikhlas dan mintalah pertolongan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala agar bisa melaksanakannya dengan tepat dan baik. Sungguh, ketika kita berjanji kepada seseorang, maka hakikatnya kita berjanji kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Kelima, Shidqul Haal (Jujur dalam kenyataan)
Orang mukmin tak akan pernah menampilkan diri di luar dirinya. Ia tidak akan memakai jiwa orang lain dalam jiwanya. Baju kepalsuan tak akan betah tinggal dalam dirinya dengan mendompleng. Begitu juga ia tidak cari nama nama yang besar. Bersembunyi di balik ketiak orang lain adalah popularitas semu tak bermakna. Rosululloh ﷺ mengingatkan kita, “Orang yang merasa apa yang tidak diterimanya sama seperti orang memakai dua pakaian palsu,”(HR.Muslim).
Saatnya kita mengubah diri, beringsut dari kelalaian, bangun dari tidur panjang dengan hiasan mimpi indah yang ‘meninabobokan. Jangan sampai kejujuran ibarat mutiara yang hilang. Kemanapun kaki melangkah, kejujuran harus menyertainya. Dengan siapapun lisan berucap, dalam geraknya tersimpan kejujuran.
Rosululloh ﷺ berwasiat, “Ada empat perkara yang harus kamu pegang teguh hingga meninggalkan dunia ini: memelihara amanah, berbicara yang benar, berbudi pekerti yang luhur, dan mencari pekerjaan yang halal.” (HR. Ahmad danThabrany)

Kejujuran, jika telah hilang, peradaban dunia tidak akan lagi bersahabat dengan manusia. Kepalsuan akan menghiasi berbagai gerak yang ada. Janji-janji palsu terus bergulir mengiringi langkah hidup.

Ketidakpastian, harapan kosong, dan kecemasan terus beranjak pada titian yang tak pernah berujung. Kehidupan pun akan segera mati karena memang itulah harga matinya. Semua orang bisa terpikat oleh janji.
Segenap kalangan bisa terheran-heran dengan ungkapan manis, Siapapun, dapat mengangguk-anggukan kepala, Janji, ungkapan manis, dan apa saja yang dibungkus untuk menarik simpatik akan mewaris kan ketidak percayaan jika semua itu jauh dari kejujuran.
Kejujuran adalah sumber segala kebaikan, sebaliknya dusta adalah sumber segala malapetaka. Rosululloh ﷺ bersabda : “Hendaklah kamu selalu berbuat jujur. Sebab kejujuran membimbing ke arah kebajikan dan kebajikan membimbing kearah surga.

Tiada henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh. sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga dia ditulis di sisi Alloh Subhanahu Wa Ta’ala sebagai orang jujur. Hindarilah perbuatan dusta sebab dusta membimbing ke arah kejelekan dan kejelekan membimbing ke arah neraka. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat dusta dan bersungguh sungguh dalam melakukan dusta sehingga dia ditulis di sisi Alloh sebagai pendusta.”(HR.Al-Bukhori dan Muslim)
Jika dikaitkan dengan surga, kejujuran adalah salah satu syarat masuk surga. Rosululloh ﷺ bersabda, “Pegang teguhlah enam perkara niscaya aku memberi jaminan surga. Berbicaralah dengan jujur bila kamu berbicara. Tepatilah janji bila kamu berjanji. Sampaikanlah amanat bila kamu diamanati. Jagalah farjimu
dari perbuatan zina. Palingkanlah pandanganmu dari perbuatan maksiat,
dan tahanlah tanganmu dari memintaminta,” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban
dari’Ubadah bin Shamit)
Dalam perspektif syariat, jujur yang dalam bahasa Arab disebut ash-shidq diklasifikasikan menjadi lima jenis :

Pertama, Shidqul Qalbi (Jujur dalam hati)
Hati adalah poros anggota badan dan barometer keimanan. Jika hati tak lagi jujur, sikap dan perilaku akan jauh dari kejujuran. Hati yang bersih akan mewariskan perilaku yang
bersih. Hati yang selalu berdzikir akan melahirkan amal shalih dalam segenap gerak. Dari sinilah kita memulai. Menjaga hati dari berbagai malapetaka yang akan menghancurkannya.

Rosululloh ﷺ bersabda, “Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu.”(HR.Al-Bukhori).
Menjaga hati dimulai dengan menanamkan keikhlasan dalam berbagai aktivitas. Menajamkan ketawakalan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala ,mengokohkan kekhusyuan, mendawamkan dzikir semua itulah yang akan menenangkan hati dan kejujurannya akan selalu terjaga dengan apik. Tentang yang disebutkan terakhir itu, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Alloh Subhanahu Wa Ta’ala . Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tenang,”(Ar-Rad:28)
Lebih lanjut, hati yang salim akan mengantarkan pemiliknya selamat di akhirat kelak, “Pada hari di mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat. Kecuali orang yang datang kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dengan hati yang selamat,” (Asy Syu’araa: 88-89)
Kedua, Shidqul Hadits (Jujur saat berucap)
Berkata yang benar itulah barometer iman, pangkal kesuksesan, ketentraman, membawa kesejahteraan itulah kejujuran. Orang jujur, bukan hanya diharapkan dan dicintai setiap manusia, pemilik bumi dan langit, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan segenap malaikat-Nya akan melindungi manusia-manusia jujur.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orangorang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Alloh memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa. dosamu,” (Al-Ahzab:70-71)

Itulah nasib orang yang selalu berdusta. Dusta hanyalah akan menyisakan penderitaan yang tak akan pernah berakhir. Dusta hanyalah akan melahirkan kegagalan kemunduran, ditinggalkan orang, bahkan harga buruk Rosululloh ﷺ mewanti-wanti, siapa yang berucap memakai dusta, ia memiliki karakteristik munafik, “Tanda-tanda munafik itu ada tiga: bila berucap dusta, kala berjanji ingkar, saat dipercayakhianat,”(Muttafaqun’Alaihi) Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya bak langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur,
perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subahanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2 3)
Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya baik langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur, perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2-3)
Keempat, Shidaul Wa’d (Jujur dalam janji)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tepatilah perjanjian dengan Alloh apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Alloh sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahitu). Sesungguhnya Alloh mengetahui apa yang kamu perbuat,” (An-Nahl: 91)

Jangan mudah berjanji. Janji apapun bentuknya akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Orang mukmin tentunya akan menyadari hal ini sepenuh jiwa, “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali d engan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya,” (Al-Isra’: 34)
Amati dan berhati-hatilah! Janji kerap membuat kita kehilangan kendali. Janji sering menenggelamkan kita pada jalan hidup yang keras. Bisa jadi, janji yang kita utarakan dapat menipu kita sendiri. Jika harus berjanji, lakukanlah dengan ikhlas dan mintalah pertolongan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala agar bisa melaksanakannya dengan tepat dan baik. Sungguh, ketika kita berjanji kepada seseorang, maka hakikatnya kita berjanji kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Kelima, Shidqul Haal (Jujur dalam kenyataan)
Orang mukmin tak akan pernah menampilkan diri di luar dirinya. Ia tidak akan memakai jiwa orang lain dalam jiwanya. Baju kepalsuan tak akan betah tinggal dalam dirinya dengan mendompleng. Begitu juga ia tidak cari nama nama yang besar. Bersembunyi di balik ketiak orang lain adalah popularitas semu tak bermakna. Rosululloh ﷺ mengingatkan kita, “Orang yang merasa apa yang tidak diterimanya sama seperti orang memakai dua pakaian palsu,”(HR.Muslim).
Saatnya kita mengubah diri, beringsut dari kelalaian, bangun dari tidur panjang dengan hiasan mimpi indah yang ‘meninabobokan. Jangan sampai kejujuran ibarat mutiara yang hilang. Kemanapun kaki melangkah, kejujuran harus menyertainya. Dengan siapapun lisan berucap, dalam geraknya tersimpan kejujuran.
Rosululloh ﷺ berwasiat, “Ada empat perkara yang harus kamu pegang teguh hingga meninggalkan dunia ini: memelihara amanah, berbicara yang benar, berbudi pekerti yang luhur, dan mencari pekerjaan yang halal.” (HR. Ahmad danThabrany)

Kejujuran, jika telah hilang, peradaban dunia tidak akan lagi bersahabat dengan manusia. Kepalsuan akan menghiasi berbagai gerak yang ada. Janji-janji palsu terus bergulir mengiringi langkah hidup.

Ketidakpastian, harapan kosong, dan kecemasan terus beranjak pada titian yang tak pernah berujung. Kehidupan pun akan segera mati karena memang itulah harga matinya. Semua orang bisa terpikat oleh janji.
Segenap kalangan bisa terheran-heran dengan ungkapan manis, Siapapun, dapat mengangguk-anggukan kepala, Janji, ungkapan manis, dan apa saja yang dibungkus untuk menarik simpatik akan mewaris kan ketidak percayaan jika semua itu jauh dari kejujuran.
Kejujuran adalah sumber segala kebaikan, sebaliknya dusta adalah sumber segala malapetaka. Rosululloh ﷺ bersabda : “Hendaklah kamu selalu berbuat jujur. Sebab kejujuran membimbing ke arah kebajikan dan kebajikan membimbing kearah surga.

Tiada henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh. sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga dia ditulis di sisi Alloh Subhanahu Wa Ta’ala sebagai orang jujur. Hindarilah perbuatan dusta sebab dusta membimbing ke arah kejelekan dan kejelekan membimbing ke arah neraka. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat dusta dan bersungguh sungguh dalam melakukan dusta sehingga dia ditulis di sisi Alloh sebagai pendusta.”(HR.Al-Bukhori dan Muslim)
Jika dikaitkan dengan surga, kejujuran adalah salah satu syarat masuk surga. Rosululloh ﷺ bersabda, “Pegang teguhlah enam perkara niscaya aku memberi jaminan surga. Berbicaralah dengan jujur bila kamu berbicara. Tepatilah janji bila kamu berjanji. Sampaikanlah amanat bila kamu diamanati. Jagalah farjimu
dari perbuatan zina. Palingkanlah pandanganmu dari perbuatan maksiat,
dan tahanlah tanganmu dari memintaminta,” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban
dari’Ubadah bin Shamit)
Dalam perspektif syariat, jujur yang dalam bahasa Arab disebut ash-shidq diklasifikasikan menjadi lima jenis :

Pertama, Shidqul Qalbi (Jujur dalam hati)
Hati adalah poros anggota badan dan barometer keimanan. Jika hati tak lagi jujur, sikap dan perilaku akan jauh dari kejujuran. Hati yang bersih akan mewariskan perilaku yang
bersih. Hati yang selalu berdzikir akan melahirkan amal shalih dalam segenap gerak. Dari sinilah kita memulai. Menjaga hati dari berbagai malapetaka yang akan menghancurkannya.

Rosululloh ﷺ bersabda, “Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu.”(HR.Al-Bukhori).
Menjaga hati dimulai dengan menanamkan keikhlasan dalam berbagai aktivitas. Menajamkan ketawakalan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala ,mengokohkan kekhusyuan, mendawamkan dzikir semua itulah yang akan menenangkan hati dan kejujurannya akan selalu terjaga dengan apik. Tentang yang disebutkan terakhir itu, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Alloh Subhanahu Wa Ta’ala . Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tenang,”(Ar-Rad:28)
Lebih lanjut, hati yang salim akan mengantarkan pemiliknya selamat di akhirat kelak, “Pada hari di mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat. Kecuali orang yang datang kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dengan hati yang selamat,” (Asy Syu’araa: 88-89)
Kedua, Shidqul Hadits (Jujur saat berucap)
Berkata yang benar itulah barometer iman, pangkal kesuksesan, ketentraman, membawa kesejahteraan itulah kejujuran. Orang jujur, bukan hanya diharapkan dan dicintai setiap manusia, pemilik bumi dan langit, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan segenap malaikat-Nya akan melindungi manusia-manusia jujur.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orangorang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Alloh memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa. dosamu,” (Al-Ahzab:70-71)

Itulah nasib orang yang selalu berdusta. Dusta hanyalah akan menyisakan penderitaan yang tak akan pernah berakhir. Dusta hanyalah akan melahirkan kegagalan kemunduran, ditinggalkan orang, bahkan harga buruk Rosululloh ﷺ mewanti-wanti, siapa yang berucap memakai dusta, ia memiliki karakteristik munafik, “Tanda-tanda munafik itu ada tiga: bila berucap dusta, kala berjanji ingkar, saat dipercayakhianat,”(Muttafaqun’Alaihi) Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya bak langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur,
perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subahanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2 3)
Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya baik langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur, perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2-3)
Keempat, Shidaul Wa’d (Jujur dalam janji)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tepatilah perjanjian dengan Alloh apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Alloh sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahitu). Sesungguhnya Alloh mengetahui apa yang kamu perbuat,” (An-Nahl: 91)

Jangan mudah berjanji. Janji apapun bentuknya akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Orang mukmin tentunya akan menyadari hal ini sepenuh jiwa, “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali d engan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya,” (Al-Isra’: 34)
Amati dan berhati-hatilah! Janji kerap membuat kita kehilangan kendali. Janji sering menenggelamkan kita pada jalan hidup yang keras. Bisa jadi, janji yang kita utarakan dapat menipu kita sendiri. Jika harus berjanji, lakukanlah dengan ikhlas dan mintalah pertolongan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala agar bisa melaksanakannya dengan tepat dan baik. Sungguh, ketika kita berjanji kepada seseorang, maka hakikatnya kita berjanji kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Kelima, Shidqul Haal (Jujur dalam kenyataan)
Orang mukmin tak akan pernah menampilkan diri di luar dirinya. Ia tidak akan memakai jiwa orang lain dalam jiwanya. Baju kepalsuan tak akan betah tinggal dalam dirinya dengan mendompleng. Begitu juga ia tidak cari nama nama yang besar. Bersembunyi di balik ketiak orang lain adalah popularitas semu tak bermakna. Rosululloh ﷺ mengingatkan kita, “Orang yang merasa apa yang tidak diterimanya sama seperti orang memakai dua pakaian palsu,”(HR.Muslim).
Saatnya kita mengubah diri, beringsut dari kelalaian, bangun dari tidur panjang dengan hiasan mimpi indah yang ‘meninabobokan. Jangan sampai kejujuran ibarat mutiara yang hilang. Kemanapun kaki melangkah, kejujuran harus menyertainya. Dengan siapapun lisan berucap, dalam geraknya tersimpan kejujuran.
Rosululloh ﷺ berwasiat, “Ada empat perkara yang harus kamu pegang teguh hingga meninggalkan dunia ini: memelihara amanah, berbicara yang benar, berbudi pekerti yang luhur, dan mencari pekerjaan yang halal.” (HR. Ahmad danThabrany)

Kejujuran, jika telah hilang, peradaban dunia tidak akan lagi bersahabat dengan manusia. Kepalsuan akan menghiasi berbagai gerak yang ada. Janji-janji palsu terus bergulir mengiringi langkah hidup.

Ketidakpastian, harapan kosong, dan kecemasan terus beranjak pada titian yang tak pernah berujung. Kehidupan pun akan segera mati karena memang itulah harga matinya. Semua orang bisa terpikat oleh janji.
Segenap kalangan bisa terheran-heran dengan ungkapan manis, Siapapun, dapat mengangguk-anggukan kepala, Janji, ungkapan manis, dan apa saja yang dibungkus untuk menarik simpatik akan mewaris kan ketidak percayaan jika semua itu jauh dari kejujuran.
Kejujuran adalah sumber segala kebaikan, sebaliknya dusta adalah sumber segala malapetaka. Rosululloh ﷺ bersabda : “Hendaklah kamu selalu berbuat jujur. Sebab kejujuran membimbing ke arah kebajikan dan kebajikan membimbing kearah surga.

Tiada henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh. sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga dia ditulis di sisi Alloh Subhanahu Wa Ta’ala sebagai orang jujur. Hindarilah perbuatan dusta sebab dusta membimbing ke arah kejelekan dan kejelekan membimbing ke arah neraka. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat dusta dan bersungguh sungguh dalam melakukan dusta sehingga dia ditulis di sisi Alloh sebagai pendusta.”(HR.Al-Bukhori dan Muslim)
Jika dikaitkan dengan surga, kejujuran adalah salah satu syarat masuk surga. Rosululloh ﷺ bersabda, “Pegang teguhlah enam perkara niscaya aku memberi jaminan surga. Berbicaralah dengan jujur bila kamu berbicara. Tepatilah janji bila kamu berjanji. Sampaikanlah amanat bila kamu diamanati. Jagalah farjimu
dari perbuatan zina. Palingkanlah pandanganmu dari perbuatan maksiat,
dan tahanlah tanganmu dari memintaminta,” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban
dari’Ubadah bin Shamit)
Dalam perspektif syariat, jujur yang dalam bahasa Arab disebut ash-shidq diklasifikasikan menjadi lima jenis :

Pertama, Shidqul Qalbi (Jujur dalam hati)
Hati adalah poros anggota badan dan barometer keimanan. Jika hati tak lagi jujur, sikap dan perilaku akan jauh dari kejujuran. Hati yang bersih akan mewariskan perilaku yang
bersih. Hati yang selalu berdzikir akan melahirkan amal shalih dalam segenap gerak. Dari sinilah kita memulai. Menjaga hati dari berbagai malapetaka yang akan menghancurkannya.

Rosululloh ﷺ bersabda, “Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu.”(HR.Al-Bukhori).
Menjaga hati dimulai dengan menanamkan keikhlasan dalam berbagai aktivitas. Menajamkan ketawakalan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala ,mengokohkan kekhusyuan, mendawamkan dzikir semua itulah yang akan menenangkan hati dan kejujurannya akan selalu terjaga dengan apik. Tentang yang disebutkan terakhir itu, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Alloh Subhanahu Wa Ta’ala . Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tenang,”(Ar-Rad:28)
Lebih lanjut, hati yang salim akan mengantarkan pemiliknya selamat di akhirat kelak, “Pada hari di mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat. Kecuali orang yang datang kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dengan hati yang selamat,” (Asy Syu’araa: 88-89)
Kedua, Shidqul Hadits (Jujur saat berucap)
Berkata yang benar itulah barometer iman, pangkal kesuksesan, ketentraman, membawa kesejahteraan itulah kejujuran. Orang jujur, bukan hanya diharapkan dan dicintai setiap manusia, pemilik bumi dan langit, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan segenap malaikat-Nya akan melindungi manusia-manusia jujur.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orangorang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Alloh memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa. dosamu,” (Al-Ahzab:70-71)

Itulah nasib orang yang selalu berdusta. Dusta hanyalah akan menyisakan penderitaan yang tak akan pernah berakhir. Dusta hanyalah akan melahirkan kegagalan kemunduran, ditinggalkan orang, bahkan harga buruk Rosululloh ﷺ mewanti-wanti, siapa yang berucap memakai dusta, ia memiliki karakteristik munafik, “Tanda-tanda munafik itu ada tiga: bila berucap dusta, kala berjanji ingkar, saat dipercayakhianat,”(Muttafaqun’Alaihi) Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya bak langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur,
perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subahanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2 3)
Ketiga, Shidqul Amal (Jujur kala berbuat)

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala akan mengancam manusia yang tidak benar dalam berbuat. Ucapan dan perbuatannya baik langit dan bumi, berjarak jauh bertolak belakang. Ada perbedaan yang menganga. Ucapan ke timur, perbuatan ke barat. Bicara halus, tapi perbuatan kasar dan menyakitkan. Inilah manusia yang akan mendapatkan kabura maqtan ‘indallaah. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”(Ash Shaff: 2-3)
Keempat, Shidaul Wa’d (Jujur dalam janji)
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tepatilah perjanjian dengan Alloh apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Alloh sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahitu). Sesungguhnya Alloh mengetahui apa yang kamu perbuat,” (An-Nahl: 91)

Jangan mudah berjanji. Janji apapun bentuknya akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Orang mukmin tentunya akan menyadari hal ini sepenuh jiwa, “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali d engan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya,” (Al-Isra’: 34)
Amati dan berhati-hatilah! Janji kerap membuat kita kehilangan kendali. Janji sering menenggelamkan kita pada jalan hidup yang keras. Bisa jadi, janji yang kita utarakan dapat menipu kita sendiri. Jika harus berjanji, lakukanlah dengan ikhlas dan mintalah pertolongan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala agar bisa melaksanakannya dengan tepat dan baik. Sungguh, ketika kita berjanji kepada seseorang, maka hakikatnya kita berjanji kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Kelima, Shidqul Haal (Jujur dalam kenyataan)
Orang mukmin tak akan pernah menampilkan diri di luar dirinya. Ia tidak akan memakai jiwa orang lain dalam jiwanya. Baju kepalsuan tak akan betah tinggal dalam dirinya dengan mendompleng. Begitu juga ia tidak cari nama nama yang besar. Bersembunyi di balik ketiak orang lain adalah popularitas semu tak bermakna. Rosululloh ﷺ mengingatkan kita, “Orang yang merasa apa yang tidak diterimanya sama seperti orang memakai dua pakaian palsu,”(HR.Muslim).
Saatnya kita mengubah diri, beringsut dari kelalaian, bangun dari tidur panjang dengan hiasan mimpi indah yang ‘meninabobokan. Jangan sampai kejujuran ibarat mutiara yang hilang. Kemanapun kaki melangkah, kejujuran harus menyertainya. Dengan siapapun lisan berucap, dalam geraknya tersimpan kejujuran.
Rosululloh ﷺ berwasiat, “Ada empat perkara yang harus kamu pegang teguh hingga meninggalkan dunia ini: memelihara amanah, berbicara yang benar, berbudi pekerti yang luhur, dan mencari pekerjaan yang halal.” (HR. Ahmad danThabrany)

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *