Setiap hamba pasti pernah terjerumus dalam dosa. Kita selalu butuh akan ampunan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala karena kita adalah hamba yang tidak bisa lepas dari dosa. Dosa ini bisa gugur dengan taubat dan ucapan istighfar. Taubat akan lebih jika di dalamnya terdapat istighfar. Namun istighfar yang sempurna adalah jika diiringi dengan taubat.
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala sangat suka pada hamba-Nya yang bertaubat. Sampai-sampai Alloh Subhanahu Wa Ta’ala lebih bergembira dibanding seseorang yang kehilangan hewan tunggangannya yang membawa bekalnya, lalu hewan tersebut tiba-tiba datang lagi kembali. Dari Abu Hamzah Anas bin Malik Al-Anshoriz, pembatu Rosululloh Shallallahu’Alaihi Wasallam, beliau berkata bahwa beliau bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Alloh itu begitu bergembira dengan taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang menemukan kembali untanya yang telah hilang di suatu tanah yang luas.”(HR. Bukhari danMuslim)
Sebab Diwajibkannya Taubat
Sebab diwajibkannya taubat ada dua hal:
Pertama: Agar Kita Taat
Perbuatan dosa menghalangi taat yang akan menghilangkan ketauhidan, menghalangi berkhidmat kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, dan menghalangi kita untuk berbuat kebaikan. Terus-menerus berbuat dosa membuat hati menjadi hitam, kelam, dan keras. Tidak ada kebersihan dan kejernihan, tidak akan ikhlas dan senang dalam beribadah. Jika Alloh Subhanahu Wa Ta’ala tidak memberikan rahmat, maka hati yang demikian itu akan menjerumuskan ke dalam kekufuran dan kecelakaan.
Sungguh aneh! Bagaimana seseorang akan taat, sedangkan hatinya keras? Bagaimana akan berkhidmat jika terusmenerus berbuat maksiat dan sombong.Bagaimana akan menghadap Alloh Subhanahu Wa Ta’ala , jika ia selalu berlumuran dengan kotor dan najis!?
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata:
“Jika belakang telah berat memikul dosadosa, maka hati akan terhalangi untuk berjalan menuju Alloh dan anggota badan juga akan terhalangi untuk bangkit melaksanakan ketaatan kepadaNya.”(Bada’iut Tafsir, jilid3 hlm. 332)
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika seseorang yang selalu berbuat maksiat tidak akan mendapatkan taufik dari Alloh k. Sehingga, anggota badannya merasa berat untuk menjalankan ibadah kepada Alloh k. Jika kebetulan menjalankannya, ia merasakan kepayahan, tidak dengan perasaan senang dan ikhlas. Hal itu disebabkan dosanya dan meninggalkan taubat. Benar jika ada yang mengatakan, jika tidak mampu mengerjakan shalat malam dan puasa, menandakan bahwa ia terbelenggu oleh dosanya.
Kedua: Agar Ibadah Kita Diterima Oleh Alloh Subhanahu Wa Ta’ala
Taubat merupakan inti dan dasar untuk diterimanya ibadah, dan kedudukan ibadah seolah-olah hanya sebagai tambahan. Ibarat orang yang memberikan pinjaman, ia tidak akan mau menerima bunganya, jika pokoknya tidak dipenuhi.
Jadi, bagaimana mungkin kebaikan kita akan diterima jika pokoknya tidak kita kerjakan? Bagaimana akan menjadibaik bila kita meninggalkan yang halal dan yang mubah, serta tidak hentihentinya mengerjakan yang haram? Bagaimana akan menjadi baik jika kita bermunajat dan berdoa serta memuji Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, sedangkan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala murka kepada kita dikarenakan kita selalu mengerjakan sesuatu yang menjadikan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala murka?
Demikianlah keadaan orang yang enggan meninggalkan perbuatan maksiat. Semoga Alloh Subhanahu Wa Ta’ala memberikan pertolongan kepada kita dalam bertaubat.
Syarat Taubat
Syarat taubat ada lima, yaitu:
Pertama, Ikhlas karena Alloh Subhanahu Wa Ta’ala
Yaitu berniat semata-mata mengharap wajah Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, dan mengharap pahala atas taubatnya serta berharap selamat dari siksaan-Nya. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Kecuali orangorang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Alloh dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Alloh. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Alloh akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (An-Nisa’: 146)
Kedua, Menyesali kemaksiatan yang ia lakukan, merasa sedih dan berjanji untuk tidak mengulanginya
Hakikat taubat yaitu perasaan hati yang menyesali perbuatan maksiat yang sudah terjadi, lalu mengarahkan hati kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala pada sisa usianya serta menahan diri dari dosa. Melakukan amal sholeh dan meninggalkan larangan adalah wujud nyata dari taubat. Taubat seperti ini adalah taubat yang benar-benar dilandasi akidah, keyakinan dan ilmu. Aun bin Abdullah bin Utbah mengatakan:
“Galau dengan dosa itu bermanfaat mendorong untuk meninggalkannya. Menyesali dosa itu bermanfaat sebagai kunci untuk bertaubat. Terus menerus memikirkan dosa itu bisa menyebabkan dosa itu lebih ‘bermanfaat’ dibandingkan sebagian amal kebaikan.” (Hilyah al-Auliya 4/251)
Ketiga, Menjauhkan diri dari perbuatan maksiat sesegera mungkin
Jika perbutan tersebut melanggar hakhak Alloh Subhanahu Wa Ta’ala maka segera tinggalkan. Karena perbuatan tersebut haram dilakukan sehingga wajib ditinggalkan. Adapun jika berkaitan dengan hak-hak makhluk maka bergegaslah meminta maaf baik dengan mengembalikan haknya atau meminta kelapangan hatinya agar mau memaafkan.
Hendaklah orang yang bertaubatmengganti temannya dengan temanteman yang baik,berilmu, ahli ibadah, waro’dan orang-orang yang meneladani mereka-mereka tadi.
Nabi Shallallahu’Alaihi Wasallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita. Dari Abu Musa Radhiallahu’Anhu, dari Nabi Shallallahu’Alaihi Wasallam beliau bersabda, “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Al-Bukhari)
Keempat, Bertekad untuk tidak mengulangi kemaksiatan tersebut di waktu-waktu mendatang
Jika ia mengatakan telah bertaubat, namun ia masih bertekad untuk melakukan maksiat itu lagi di suatu hari nanti, maka taubatnya saat itu belum benar. Karena taubatnya hanyasementara, si pelaku maksiat ini hanya sedang mencari momen yang tepat saja. Taubatnya ini tidak menunjukkan bahwa dia membenci perbuatan maksiat itu lalu menjauh darinya dan selanjutnya melaksanakan ketaatan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Taubat orang yang terus-menerus melakukan perbuatan maksiat itu tidak sah. Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa dia bertaubat dari perbuatan riba, namun dia tidak meninggal perbuatan ribawi itu, maka taubat orang ini tidak sah. Bahkan ini termasuk mempermainkan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Orang seperti ini, bukan semakin dekat kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala namun sebaliknya dia semakin jauh. Begitu juga, misalnya ada orang yang menyatakan dirinya bertaubat dari meninggalkan shalat fardhu secara berjama’ah, namun dia tetap saja meninggalkan shalat ini, dia tetap tidak berjama’ah. Taubat orang ini juga tidak diterima.
Kelima , Hendaknya Bertaubat dilakukan sebelum ditutupnya pintu taubat yaitu sebelum ajal menjemput dan sebelum terbitnya matahari dari arah barat
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan Taubat itu tidaklah (diterima Alloh) dari mereka yang berbuat kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seorang diantara mereka barulah dia mengatakan, ‘Saya benarbenar taubat sekarang.’”(An-Nisa: 18) Nabi Shallallahu’Alaihi Wasallam bersabda:
“Barang siapa yang taubat sebelum terbitnya matahari dari arah barat maka Alloh terima taubatnya.” (HR. Muslim)